Sejarah Pulau Maringkik: Dari Bugis-Mandar Hingga Tenun Ikat



Pulau Maringkik adalah salah satu pulau terluar di tengah laut yang merupakan pecahan Desa Tanjung Luar Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pulau ini memiliki sejarah yang menarik dan kaya akan budaya tenun ikat yang menjadi ciri khasnya.


Asal-usul Pulau Maringkik


Menurut Koordinator Kelompok Tenun Pulau Maringkik, Abdul Kohar, pulau ini pertama kali dihuni oleh Suku Bugis dan Mandar yang berasal dari Sulawesi. Mereka datang ke pulau ini sekitar abad ke-17 dan membawa serta keterampilan menenun.


"Bugis-Mandar adalah suku pertama yang mempraktikan keterampilan menenun," kata Abdul Kohar. Mereka kemudian bercampur dengan suku-suku lain yang datang kemudian, seperti Sasak, Bali, Jawa, dan Sumbawa. Hingga kini, penduduk Pulau Maringkik berjumlah hampir 2 ribu jiwa.


Budaya Tenun Ikat Pulau Maringkik


Tenun ikat Pulau Maringkik adalah warisan leluhur yang masih dilestarikan oleh masyarakat setempat. Tenun ikat ini dibuat dengan alat tenun tradisional yang terbuat dari kayu dan bambu. Proses pembuatannya membutuhkan ketelatenan dan kesabaran, karena setiap benang harus diwarnai dan diikat secara manual.


Tenun ikat Pulau Maringkik memiliki berbagai motif dan warna yang memiliki makna dan filosofi tersendiri. Beberapa motif yang populer adalah:


  • Motif Bugis-Mandar: motif ini sering digunakan untuk prosesi pernikahan sebagai warisan nenek moyang.
  • Motif Gerintik: motif ini menyerupai rintik-rintik hujan dan digunakan untuk sembilan keluarga utama dari kedua mempelai.
  • Motif Lohong: motif ini merupakan perpaduan antara motif Bunga Para dengan warna hitam dan abu-abu. Motif ini kerap dipakai oleh kaum lelaki.
  • Motif Sepak: motif ini berupa garis-garis pembatas antara bunga satu dengan bunga lain. Motif ini melambangkan ketaatan warga dalam mempertahankan agama dan budaya adat serta pertahanan diri dari pengaruh asing.
  • Motif Bunga Para: motif ini dicetuskan oleh penenun Desa Pulau Maringkik bernama Ibu Naimah. Motif ini melambangkan kecantikan luar dalam perempuan Pulau Maringkik, baik paras maupun hati.
  • Motif Catur: motif ini digunakan oleh muda-mudi Desa Pulau Maringkik untuk mengiring pengantin usai akad nikah.


Keindahan Pulau Maringkik


Selain budaya tenun ikat, Pulau Maringkik juga memiliki keindahan alam yang mempesona. Pulau ini memiliki pantai berpasir putih yang bersih dan air laut yang jernih. Di sekitar pulau ini terdapat gugusan karang-karang yang menjadi habitat berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya.


Pulau Maringkik juga memiliki beberapa spot wisata yang menarik, seperti Bukit Cinta, Bukit Pandang, Bukit Karang Bolong, dan Bukit Pasir Putih. Dari atas bukit-bukit ini, pengunjung bisa menikmati pemandangan laut yang luas dan indah.


Pulau Maringkik adalah salah satu destinasi wisata yang cocok untuk kamu yang ingin menikmati suasana tenang dan alami. Di sini, kamu bisa mengenal lebih dekat sejarah dan budaya tenun ikat yang menjadi kebanggaan warga setempat. Jangan lupa untuk membawa pulang kain tenun ikat Pulau Maringkik sebagai oleh-oleh dan kenang-kenangan.


Diskusi